Langsung ke konten utama

PRAGMATIK




A. HAKIKAT PRAGMATIK
Istilah Pragmatik berasal dari kata Pragmatika diperkenalkan oleh Charles Moris (1938), ketika membuat sistematika ajaran Charles R Pierce tentang semiotika (ilmu tanda). Pragmatika adalah ilmu tentang pragmatik yakni hubungan antar tanda dengan penggunanya. Pragmatik adalah language in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Kata pragmatik berasal dari bahasa Jerman PRAGMATISH yang diusulkan oleh seorang filsuf jerman Immanuel Kant. Pragmatish dari pramaticus (bahasa latin) bermakna ‘pandai berdagang’ atau dalam bahasa Yunani Pragmatikos dari Pragma artinya ‘perbuatan’ dan ‘berbuat. Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang masih tergolong baru bila dilihat dari perkembangannya. Namun demikian, tidak sedikit ahli bahasa yang mulai memberi perhatian secara penuh terhadap pragmatik sehingga mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pragmatik disebabkan semakin tingginya tingkat kesadaran para ahli bahasa terhadap pemahaman pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1983; Wijana, 1995: 46 dalam Rohmadi; 2010: 1).
Para ahli bahasa menyadari bahwa perkembangan bahasa selalu mengikuti perkembangan kehidupan manusia, yakni perkembangan pola pikir manusia, teknologi, budaya dan pendidikan. dan Tanpa ada perkembangan zaman mungkin orang juga tidak akan memiliki kreatifitas berpikir secara komprehensif. Firt mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa memepertimbangakan konteks situasi yang meliputi partisipasi, ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal-hal yang sedang berlangsung, serta dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan (Wijana, 1996:5 dalam Rohmadi, 2010:2). Sementara itu, Haliday memandang bahasa sebagai kajian tentang makna yang berkaitan dengan struktur sosial yang tidak terlepas dari aktivitas-aktivitasnya (Haliday& Hasan, 1985 dalam Rohmadi, 2010:2). Beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa adanya
perkembangan pragmatik dilandasi oleh pemikiran-permikiran ahli bahasa terdahulu. Dengan demikian, pemikiran para ahli bahasa tersebut memberikan inspirasi para tata bahasawan sekarang untuk menyempurnakan dan membuktikan kebenaran teori-teori para ahli bahasa terdahulu. Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat ditegaskan bahwa pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Senada dengan pernyataan tersebut, Leech (dalam Rohmadi, 2010:2) mengungkapkan bahwa pragmatics studies meaning in relation to speech situation. Menurutnya pragmatik mempelajari bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi, dan bagaimana pragmatik menyelidiki makna sebagai konteks, bukan sebagai sesuatu yang abstrak dalam komunikasi. Sementara itu, Wijana dalam bukunya Dasar-dasar Pragmatik menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa eksternal, yakni bagaimana satuan  kebahasaan digunakan dalam komunikasi.
Jadi makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terkait konteks (conteks dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Pragmatik dapat dimanfaatkan setiap penutur untuk memahami maksud lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaat pengalaman bersama (bacground knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud adalah memahami maksud penutur (O1), lawan tutur (O2), dan partisipan (O3) yang melibatkan konteks. Tanpa konteks akan sulit untuk dapat memaknai makna eksternal bahasa dan maksud tuturan penutur dan lawan tutur. Oleh karena itu, pragmatik mengkaji maksud tuturan yang terikat konteks dengan memanfaatkan piranti-piranti pragmatik. Konsep pengalaman bersama (background knowledge) sangat mendukung dalam mendiskripsikan berbagai maksud tersirat dari penutur bagi lawan tutur dalam berbagai konteks pembicaraan.

B. OBJEK KAJIAN PRAGMATIK
Firth (dalam Fatimah, 2012: 72) berpendapat bahwa kaijan bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi. Konteks situasi meliputi partisipan, tindak partisipan (verbal maupun nonverbal), ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal-hal yang sedang berlangsung, dan dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan. Konteks situasi berhubungan erat dengan pragmatik. Tiga macam tindak tutur dalam penggunaan bahasa (pragmatik): (1) Lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi. Tindak lokusi adalah suatu tindak berkata yang menghasilkan ujaran dengan makna dan acuan tertentu. Kedua, tindak ilokusi adalah suatu tindak tutur yang dilakukan dalam mengatakan sesuatu, seperti pernyataan, janji, perintah, permintaan. Ketiga, tindak perlokusi adalah suatu tindak tutur yang dilakukan untuk mempengaruhi orang marah, menghibur.
Pragmatik dapat dikaji dari empat kosentrasi, yakni: (1) kajian linguistik, dipahami sebagai kajian dalam memdukan kompnen tanda bunyi dan makna serta subsistemnya (fonologi, gramatika (morfologi, sintaksis), leksikon); (2) kajian pragmatik ujaran (Tema-Rema), tema adalah bagian ujaran yang memberi informasi tentang apa yang sedang dibicarakan rema yang memberi informasi tentang tema; atau focus-latar, focus memberi informasi tentang unsure yang dianggap paling penting, dan latar yang memberi dari mana ujaran dilihat; atau focus-kontras (memberi informasi unsur positif-negatif); (3) kajian pragmatik wacana melalui pemahaman wacana (konteks wacana) sebagai satuan terelngkap; (4) kajian kesatuan dan ketakfiran.
C. KONTEKS
bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian: orang itu harus dilihat sebagai manusia yang utuh dlkehidupan pribadidan masyarakatnya.
keseluruhan budaya atau situasi nonlinguistis tempat sebuah komunikasi terjadi. linguistis konteks yang memberikan makna yang paling cocok pada unsur bahasa.  semotaktis lingkungan semantis yang ada di sekitar suatu unsur bahasa; makna unsur bahasa; sintaktis lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan kelas dan fungsi unsur tersebut. situasi lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk memperinci ciri-ciri situasi yg diperlukan untuk memahami makna ujaran


D. TINDAK TUTUR
Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959. Menurut Chaer dan Leoni (2010:50) teori ini merupakan catatan kuliah yang kemudian dibukukan oleh J.O Urmson (1965) dengan judul “How to do thing with word?” Teori itu baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan judul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language. Leech (1993:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan, menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana dan bagaimana.
Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan. Retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama. Menurut Wijana (1996:46) untuk melaksanakan prinsip kerjasama, penutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksanaan. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Sementara itu, Austin (dalam Leech, 1993:280) menyatakan bahwa semua tuturan adalah sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar sesuatu tentang dunia tindak ujar atau tutur (Speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi komunikatif tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa mengujarkan sesuatu dapat disebut sebagai aktivias atau tindakan. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam setiap tuturan memiliki maksud tertentu yang berpengaruh pada orang lain.
Menurut Chaer dan Leonie (2010:50) tindak tutur merupakan gejala individual. kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya, Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas dengan menuturkan sesuatu. Tindak tutur yang memiliki maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur.

E. ASPEK TUTUR
            Leech (dalam Wijana, 1996:10-12) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian yaitu: a. Penutur dan mitra tutur b. Konteks tutur c. Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan d. Tujuan tuturan e. Tuturan. Sebagai produk tindak verbal. Aspek-aspek situasi tutur tersebut antara lain:
1. Penutur dan mitra tutur
Konsep penutur dan mitra tuutr ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dsb.
2. Konteks Tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Konteks dalam pragmatik itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3. Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tuturan yang bermacam-macam ini dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Begitu juga sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Pragmatik merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities).
4. Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan
Gramatika tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan. Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai editor yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik dsb. Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadinya dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.

F. KLASIFIKASI TINDAK TUTUR
Pengertian beberapa Tindak Tutur (klasifikasi tindak tutur)
1.   Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusi yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Fokus lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan itu.
2.  Tindak Tutur Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang terkait dengan maksud yang hendak disampaikan oleh pembicara. Tindak ilokusi disebut juga sebagai The Act of Doing Something. Ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan tindak ilokusi adalah “untuk apa ujaran itu dilakukan” dan sudah bukan lagi dalam tataran “apa makna tuturan itu?
Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi
a.  Tindak tutur representatif
Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas sesuatu yang diujarkan. Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, dan berspekulasi.
b.  Tindak tutur direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan yang termasuk jenis tindak tutur direktif adalah: memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberi aba-aba, dan menantang.
c.  Tindak tutur ekspresif
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang diujarkan penutur dimaksudkan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Yang termasuk jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, dan menyanjung.
d.  Tindak tutur komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan sesuatu yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan yang termasuk jenis tindak tutur komisif adalah berjanji, bersumpah, mengancam, penolakan dan menyatakan kesanggupan.
e.  Tindak tutur deklarasi
Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, dan  memaafkan termasuk jenis tindak tutur deklarasi.
3.  Tindak tutur perlokusi
Tindak tutur perlokusi yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur. Tin­dak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone. Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang men­dengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak se­ngaja. Tindak tutur yang pengujaran dimaksudkan untuk memengaruhi mitra tutur inilah merupakan tindak perlokusi.
Pengertian beberapa Strategi Tindak Tutur
(Klasifikasi Strategi Tindak Tutur)
a.       Tindak tutur langsung
Tindak tutur langsung Secara formal, berdasarkan modusnya kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, dan permohonan.
b.      Tindak tutur tidak langsung
Tindak tutur tidak langsung adalah tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya dan disesuaikan dengan konteks yang mengikutinya. Misalnya, kalimat berita yang seharusnya berfungsi untuk memberitakan sesuatu dapat digunakan untuk meminta atau menyuruh. Begitu juga kalimat tanya yang seharusnya berfungsi untuk menanyakan sesuatu dapat digunakan untuk meminta atau menyuruh
c.       Tindak tutur tidak literal
Tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya.
d.      Tindak tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.
e.       Tindak tutur tidak langsung literal
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur.
f.       Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
g.      Tindak tutur tidak langsung tidak literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.

G. PRINSIP KERJA SAMA
            Grice (1975:45-47) mengemukakan bahwa wacana yang wajar dapat terjadi apabila antara penutur dan petutur patuh pada prinsip kerja sama komunikasi. Prinsip kerja sama tersebut terdiri dari empat maksim percakapan (conversational maxim), yaitu: a) maksim kuantitas (maxim of quantity). b)  maksim kualitas (maxim of quality).  c) maksim relevansi ( maxim of relevance). dan  d)  maksim pelaksanaan(maxim of manner).
A.  DEIKSIS, IMPLIKATUR DAN PERAANGGAPAN
1.      DEIKSIS
Deiksis merupakan salah satu kajian dalam pragmatik. Deiksis merupakan penunjukan kata-kata yang merujuk pada sesuatu, yakni kata-kata tersebut dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan. Sebuah kata pada deiksis dapat berubah berdasarkan situasi pembicaraan. Deiksis dibedakan atas lima macam, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
2.      IMPLIKATUR
implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Secara etimologis, implikatur diturunkan dari implicatum. Secara nominal, istilah ini hamper sama dengan kata implication, yang artinya maksud, pengertian, keterlibatan. Secara structural, implikatur berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara “yang diucapkan” dengan “yang diimplikasikan”.
Implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Ada dua macam implikatur, yaitu (1) conventional implicature (implikatur konvensional), dan (2) conversation implicature (implikatur percakapan). Implikatur konvensional ialah pengertian yang bersifat umum dan konvensional. Implikatur konvensional bersifat nontemporer. Artinya, makna atau pengertian tentang sesuatu bersifat lebih tahan lama. Suatu leksem, yang terdapat dalam suatu bentuk ujaran, dapat dikenali implikasinya karena maknanya “yang tahan lama” dan sudah diketahui secara umum.
3.      PERAANGGAPAN
Istilah presuposisi adalah tuturan dari bahasa Inggris presupposition, yang berarti ‘perkiraan, persangkaan’. Semua pernyataan memiliki praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. Rujukan inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat diterima atau dimengerti oleh pasangan bicara, yang pada gilirannya komunikasi tersebut akan dapat berlangsung dengan lancar. “Rujukan” itulah yang dimaksud sebagai “praanggapan” yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang memuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca. Semua pernyataan atau ungkapan kalimat, baik yang bersifat positif maupun negatif, tetap mengandung anggapan dasar sebagai isi dan substansi dari kalimat tersebut. Sumber praanggapan adalah pembicara. Artinya, perkiraan pengetahuan tentang sesuatu dimulai oleh ketika pembicara tersebut mulai mengutarakan suatu tuturan. Praanggapan memegang keruntutan(koherensi) wacana. Fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respon terhadap penafsiran suatu ujaran. Praangaapan  sebagai suatu dasar kelancaran wacana yang komunikatif. Pernyataan dari suatu praanggapan akan menjadi praanggapan bagi ujaran selanjutnya.



















DAFTAR RUJUKAN

http://kbbi.co.id/arti-kata/konteks. Diakses pada 03 maret 2016, pukul 23.43

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan PMBP Ikip

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA  MASYARAKAT BERBASIS POTENSI (PMBP) JENIS PENGABDIAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN, BIMBINGAN BELAJAR, PENDATAAN TANAMAN, POSYANDU, DAN PENGHIJAUAN Oleh: Ketua: JANRIANTO                                        (2141000310049) Program Studi Bahasa Indonesia Anggota: 1. JUWANDA                                       (2141000430216)  Program Studi Sejarah Dan Sosiologi 2. MARSIANA FRANSISKA             (2141000430172)  Program Studi Sejarah Dan Sosiologi 3. YOLANDA SAFIRA   ...

filosofi jam dinding (janri)

JAM DINDING TAK LELAH BERDETAK Jam adalah alat penunjuk waktu, sebuah jam sangatlah penting, seperti jam dinding. Jam dinding pada umumnya terus bergerak berputar dan terus berulang, Jam dinding juga ibarat saksi bisu perjalanan hidup kita, dari bangun tidur, mandi, sarapan, berangkat kuliah dan seterusnya, sebuah jam telah menjadi saksi dan juga merekam semua kejadian itu dengan rapi, semua aktifitas itu terus berulang seperti hal yang nampak sama, jam, menit, detik sendiri terus berputar tapi setiap kejadian yang terjadi pada setiap detik itu tidak akan sama lagi. beberapa jam tadi, beberapa menit yang tadi bahkan beberapa detik yang lalu, tidak akan bisa terulang lagi dengan kejadian yang sama, terkecuali karena kebetulan semata. Jarum jam dinding yang terus berdetak dan bisa kapan saja mati entah karena rusak ataupun kehabisan baterai, bahkan disaat-saat terakhir baterai jam pun tetap berusaha dan memaksakan kehendak untuk berputar, seperti yang bisa kita lihat sendiri saa...

kata kerja

KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah kata kerja ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kata kerja, Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. MALANG, MARET 2015                                           ...