Kalimat
Sumadi
(2009:150) mengemukakan bahwa kalimat didefinisikan sebagai satuan gramatik
yang dibatasi kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa
kalimat itu sudah selesai dan sudah lengkap. Dengan redaksi lain, kalimat dapat
didefinisikan sebagai satuan gramatik yang dibatasi jeda panjang dengan nada
akhir turun atau naik.
Chaer
(2007:240) berpendapat bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari
konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila
diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Dari rumusan tersebut dapat
disimpulkan bahwa yang penting atau menjadi dasar kalimat adalah konstituen
dasar dan intonasi final, sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan.
Konstituen dasar itu biasanya berupa klausa. Jadi, kalau pada sebuah klausa
diberi intonasi final, maka akan terbentuklah kalimat itu. Dari rumusan itu,
bisa disimpulkan pula bahwa konstituen dasar itu bisa juga tidak berupa klausa
(karena dikatakan biasanya berupa klausa), melainkan bisa juga berupa kata atau
frase. Hanya mungkin status kekalimatannya tidak sama. Kalimat yang konstituen
dasarnya berupa klausa tentu saja menjadi kalimat mayor atau kalimat bebas.
Sedangkan yang konstituen dasarnya berupa kata atau frase tidak dapat menjadi
kalimat bebas, melainkan hanyalah menjadi kalimat terikat.
Muslich
(2010:123) kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang
mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisannya
kalimat diiringi alunan nada, disela jeda, diakhiri intonasi selesai, dan
diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asilimasi
bunyi. Dalam bahasa tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital, diakhiri tanda
titik, tanda tanya, atau tanda seru, serta kemungkinan di dalamnya ada spasi,
koma, tidak koma, titik dua, atau sepasang garis apit pendek.
Dengan demikian,
dapat dikemukakan tiga hal. Pertama, kalimat tidak selalu berupa kelompok kata.
Satu kata pun apabila sudah dilengkapi kesenyapan awal dan kesenyapan akhir
yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai atau sudah lengkap, maka sudah
dapat disebut sebagai kalimat. Kedua, kalimat tidak selalu mempunyai S dan P.
Ada kalimat yang tidak mempunyai S, ada kalimat yang tidak mempunyai P, ada
kalimat yang tidak mempunyai S dan P, bahkan ada kalimat yang tidak mempunyai
semua fungsi sintaksis. Ketiga, kalimat tidak selalu mempunyai arti.
1.5.1 Struktur Kalimat
Kalimat bahasa Indonesia berdasarkan strukturnya dapat
berupa kalimat sederhana dan dapat pula kalimat luas. Kalimat luas dapat
bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran
(koordinatif-subordinatif).
1.5.1.1 Kalimat Sederhana
Menurut Surana (1980:121) kalimat yang hanya
mengandung satu pola (konstruksi predikatif) lazim disebut kalimat sederhana. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ramlan
(1983:54) yang mengemukakan bahwa kalimat tunggal ialah kalimat yang terdiri
atas satu klausa atau satu konstruksi S—P. Jadi, unsur inti kalimat ialah
subjek dan predikat. Di samping unsur inti itu, kerapkali terdapat unsur
tambahan yang biasa disebut sebagai keterangan.
Subjek selalu terdiri atas kata benda atau kata ganti,
jika berupa frasa selalu berupa frasa benda, sedangkan predikat mempunyai
beberapa kemungkinan ialah mungkin terdiri atas kata benda, kata ganti, kata
sifat, kata kerja, kata bilangan, dan bila berupa frasa, mungkin terdiri atas
frasa benda, frasa sifat, frasa kerja, frasa bilangan dan mungkin pula berupa
frasa penanda.
Di bawah ini dikemukakan beberapa struktur kalimat
tunggal sebagai contoh.
1) KBd + KBd
Subjek terdiri atas kata benda
diikuti oleh predikat yang terdiri atas kata benda:
a)
Anak itu /
teman saya.
b)
Pemuda ini /
guru SMA.
2) KBd + KSf
Subjek terdiri atas kata benda
diikuti oleh predikat yang terdiri atas kata sifat:
a)
Udara /
sangat dingin.
b)
Anak-anak /
sedang sakit.
1.5.1.2 Kalimat luas
Verhaar (dalam Putrayasa, 2007:55) menyatakan bahwa kalimat
luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas dapat
dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu kalimat luas setara, kalimat luas
bertingkat, dan kalimat luas campuran.
1) Kalimat luas Setara
Kalimat luas setara adalah gabungan dari beberapa
kalimat tunggal yang unsur-unsurnya tidak ada yang dihilangkan. Dapat juga
dikatakan, bahwa antara unsur-unsur kalimat tunggal yang digabungkan
kedudukannya setara (Putrayasa, 2007:55). Widyaningsih (2011) mengungkapkan bahwa
kalimat luas setara dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut.
(1) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat
dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau
lebih itu sejalan, dan hasilnya disebut kalimat mejemuk setara penjumlahan.
Contoh:
a)
Kami membaca
b)
Mereka
menulis
c)
Kami membaca
dan mereka menulis.
(2) Kedua kalimat tunggal yang
berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi jika kalimat itu menunjukkan pertentangan, dan hasilnya
disebut kalimat luas setara pertentangan.
Contoh:
a) Amerika dan Jepang tergolong negara
maju.
b) Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
c)
Amerika dan
Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong
negara berkembang.
Kata-kata
penghubung lain yang dapat digunakan dalam menghubungkan dua kalimat tunggal
dalam kalimat luas setara pertentangan ialah kata sedangkan dan melainkan
seperti kalimat berikut.
a) Puspiptek terletak di Serpong,
sedangkan Industri Pesawat Terbang Nusantara terletak di Bandung.
b)
Ia bukan
peneliti, melainkan pedagang.
(3) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan.
Contoh:
a)
Mula-mula
disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja, kemudian disebutkan nama-nama
juara MTQ tingkat dewasa.
b)
Upacara
serah terima pengurus koperasi sudah selasai, lalu Pak Ustaz membacakan doa
selamat.
(4) Dapat pula dua kalimat tunggal
atau lebih dihubungkan oleh kata atau
jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat luas
setara pemilihan.
Contoh:
Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di
kantor pos yang terdekat, atau para petugas menagihnya ke rumah pemilik
televisi langsung.
2) Kalimat luas Bertingkat
Widyaningsih (2011) berpendapat bahwa kalimat luas
bertingkat terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau
lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan
yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan
ke dalam induk kalimat, sed
angkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab,
akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain
diungkapkan dalam anak kalimat.
1.5.2 Pola Kalimat Bahasa Indonesia
Alwi (2000:321-323) berpendapat bahwa, dalam suatu
kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek,
keterangan, dan pelengkap) itu terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen
pengisi subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak ditentukan
oleh pengisi predikat. Seperti pada contoh berikut.
(1) a. Dia
[S] tidur [P] di kamar depan [Ket].
b.
Mereka [S] sedang belajar [P] bahasa
Inggris [Pel] sekarang [Ket].
c.
Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket].
d.
Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket] kemarin [Ket].
e.
Ayah [S] membeli [P] baju [O] untuk
saya [Pel] tadi siang [Ket].
f.
Ayah [S] membelikan [P] saya [O] baju [Pel] tadi siang [Ket].
g.
Dia [S] meletakkan [P] uang [O] di atas meja itu [Ket] kemarin [Ket].
Komentar
Posting Komentar